LAPORAN LENGKAP
EKOTOKSIKOLOGI LAUT
UJI
TOKSISITAS AKUT LOGAM CdCl2 TERHADAP IKAN Amphiprion sp.
Oleh
:
NAMA : ANDI RIAN DIKA P
NIM : L111 12 278
ASISTEN : ROBBY NIMZET
LABORATORIUM EKOTOKSIKOLOGI LAUT
JURUSAN ILMU KELAUTAN
FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2015
Alhamdulillah
puji syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkah, rahmat,
hidayah, dan karunia yang diberikan sehingga laporan Ekotoksikologi laut dapat
di selesaikan. Salawat dan salam juga penulis panjatkan kepada baginda nabi
besar Muhammad SAW yang selalu menjadi panutan, suri tauladan, dan pemberi
jalan kea rah yang benar bagi kita semua.
Ucapan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada koordinator praktikum Ekotoksikologi
Laut dan asiten pembimbing yang telah memberikan arahan dan masukan
kepada penulis dalam menyelesaikan laporan akhir ini. Ucapan hangat dan manis
kepada teman-teman kelompok dua yang sama-sama berjuang dalam melakukan praktik
serta dalam pembuatan laporan lengkap.
Saya
menyadari bahwa masih banyak terdapat kesalahan-kesalahan dalam penulisan
laporan ini. Untuk itu kritik dan saran sangat penulis perlukan demi perbaikan
untuk penulisan-penulisan kedepannya.
Makassar, 22 Mei 2015
Penulis
LAMPIRAN
Logam berat Cd di air kebanyakan
dijumpai dalam bentuk ion. Cadmium dalam air laut berbentuk senyawa klorida
(CdCl2), sedangkan dalam air tawar berbentuk karbonat (CdCO3).
Pada air payau, biasanya pada daerah muara dan pantai, kedua senyawa tersebut
jumlahnya berimbang. Logam berat berbahaya terakumulasi oleh biota laut diserap
melalui insang dan saluran pencernaan. Logam berat Cd dapat tertimbun dalam
jaringan dan berikatan dengan protein dimana disebut dengan metalotionein (MTN)
yang bersifat agak permanen dan mempunyai waktu paruh yang cukup lama (Darmono,
1995).
Logam kadmium akan mengalami proses biotransformasi dan bioakumulasi di
dalam organisme hidup (tumbuhan, hewan dan manusia). Dalam biota perairan
jumlah logam yang terakumulasi akan terus mengalami peningkatan
(biomagnifikasi) dan dalam rantai makanan biota yang tertinggi akan mengalami
akumulasi Cd yang lebih banyak (Palar,
2004).
Cd
dikenal sebagai logam
berat nonesensial bagi
tubuh, sehingga dengan
kadar rendah dapat menyebabkan
karsinogenik, teratogenik, dan mutagenik
pada berbagai jenis
hewan. Imbasnya banyak penelitian tentang akumulasi logam berat
kadmium dilingkungan perairan dan
berbagai organ, dan tahapan perkembangan
embrio dan dewasa
pada berbagai biota perairan
telah dilakukan selama
beberapa dekade (Palar, 2004).
Berdasarkan
dari literature yang ada bahwa begitu besarnya dampak yang ditimbulkan oleh
logam kadmium, maka dilakukanlah praktikum uji toksisitas akut CdCl2
(Cadmium Chloride) terhadap ikan Amphiprion
Sp.
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk
melihat pengaruh logam CdCl2 terhadap perubahan morfologi dan
tingkah laku ikan Amphiprion sp.
Kegunaan
dari praktikum ini adalah agar mahasiswa mampu melihat pengaruh logam CdCl2
terhadap perubahan morfologi ikan Amphiprion
sp. pada konsentrasi logam yang berbeda-beda
Ruang lingkup dari praktikum ini meliputi pengamatan
terhadap Morfologi ikan Amphiprion sp. dengan mengamati bentu,
warna dan bau. Serta dilakukan juga pengamatan parameter lingkungan berupa
suhu, salinitas, pH dan DO.
Kadmium
merupakan salah satu jenis logam berat yang memiliki toksisitas yang tinggi,
penyebaran yang luas serta memiliki waktu paruh (biological life) yang panjang dalam tubuh organisme hidup yaitu
sekitar 10-30 tahun karena tidak dapat didegradasi, memiliki sebaran pada areal
yang sangat luas dan akhirnya menimbulkan toksisitas yang tinggi bagi hewan dan
tumbuhan (Schutzendubel et al., 2001 dalam Rumahlatu, 2012)
Kegiatan
industri mempunyai dampak posistif dan negatif, salah satu dampak yang merugikan
lingkungan dan manusia adalah pencemaran logam berat di perairan. Keberadaan
logam kadmium di perairan dapat berasal dari limbah elektroplating, pabrik cat,
industri plastik, dan baterai. Cd merupakan logam non-esensial bagi organisme
tetapi dapat menggantikan logam esensial seng dengan fungsi sebagai bagian dari
penyusun enzim dehydrogenase, peptidase, protease Bioakumulasi Cd pada
konsentrasi tinggi dapat menyebabkan kerusakan ginjal, hati, degenerasi tulang,
bahkan kanker (Palar, 2004).
Dalam pengawasan kualitas
lingkungan suatu perairan, logam berat merupakan salah satu parameter penting
untuk melihat tingkat pencemarannya. Cemaran logam berat umumnya disebabkan
oleh berbagai jenis limbah baik domestik, industri, pertanian, maupun
pertambangan. Sumber utama cemaran logam berat di perairan waduk biasanya
berasal dari aliran sungai yang masuk ke waduk tersebut (Priyono, 2008).
Logam berat memegang peran penting dalam proses fisilogis
mahkluk hidup. Dalam konsentrasi yang rendah, beberapa ion logam berat
dibutuhkan untuk proses metabolisme, pertumbuhan dan perkembangan. Hal ini
disebabkan karena logam esensial merupakan komponen integral dan fungsional
dari beberapa enzim dan berperan penting dalam regulasi transkripsi protein,
namun jika berada dalam jumlah yang tinggi, akan menyebabkan terjadi perubahan
pada fungsi utamanya dan mengkatalis berbagai perubahan fisiologis (Jonak et
al. 2004 dalam Rumahlatu, 2012).
Menurut Palar (2006) dalam
Rumahlatu (2012) Cd merupakan logam berat non esensial. bahwa pada konsentrasi
yang tinggi, kadmium merupakan logam berat yang bersifat karsinogen, mutagenik
dan teratogenik pada beberapa jenis hewan uji. Dijelaskan oleh Jonak et al. (2004)
dalam Rumahlatu (2012) bahwa kadmium tidak diketahui memiliki fungsi
biologis di dalam sel tetapi memiliki sifat reaktif yang sangat tinggi dan
dapat menginaktifkan berbagai macam aktivitas enzim yang diperlukan oleh sel.
Setelah diabsorbsi, logam berat kadmium akan terakumulasi di dalam organ target
yang utamanya adalah ginjal kemudian menimbulkan toksisitas. Efek yang
ditimbulkan oleh logam berat kadmium adalah terjadi pengurangan berat badan dan
juga menemukan bahwa paparan logam berat kadmium dapat menyebabkan retardasi
(perlambatan) pertumbuhan serta menghambat pengambilan ion kalsium pada insang
ikan atau hewan uji.
Uji
toksisitas akut merupakan uji untuk menentukan Dosis Lethal (LD50),dimana
LD50 didefinisikan sebagai dosis tunggal suatu zat yang secara
statistik diharapkan akan membunuh 50% hewan percobaan. Uji toksisitas akut ini
dilakukandengan memberikan zat kimia yang sedang diuji sebanyak satu kali
selama masapengujian dan diamati dalam jangka waktu minimal 24 jam atau lebih
(7-14 hari). Ujitoksisitas akut dirancang untuk menentukan efek toksik suatu
senyawa yang akan terjadidalam waktu yang singkat setelah pemejanan atau
pemberiannya dengan takaran tertentu.Takaran dosis yang dianjurkan paling tidak
empat peringkat dosis, berkisar dari dosisterendah yang tidak atau hampir tidak
mematikan seluruh hewan uji sampai dengan dosistertinggi yang dapat mematikan
seluruh atau hampir seluruh hewan uji. Biasanyapengamatan dilakukan selama 24
jam, kecuali pada kasus tertentu selama 7-14 hari.Pengamatan tersebut meliputi:
gejala-gejala klinis seperti nafsu makan, bobot badan,keadaan mata dan bulu,
tingkah laku, jumlah hewan yang mati, serta histopatologi organ (Loomis, 1978 dalam Apriliani, 2015).
Tujuan
dilakukannya uji toksisitas akut adalah untuk menentukan potensi ketoksikan
akut dari suatu senyawa dan untuk menentukan gejala yang timbul pada hewan uji.
Data yang dikumpulkan pada uji toksisitas akut ini adalah data kuantitatif yang
berupa kisaran dosis letal atau toksik, dan data kualitatif yang berupa gejala
klinis (Sulastry, 2009). Lethal Dose 50 adalah suatu besaran yang
diturunkan secara statistik, guna menyatakan dosis tunggal sesuatu senyawa yang
diperkirakan dapat mematikan atau menimbulkan efek toksik yang berarti pada 50%
hewan uji setelah perlakuan. LD50 merupakan tolak ukur kuantitatif
yang sering digunakan untuk menyatakan kisaran dosis lethal. (Apriliani,
2015)
Dalam
melakukan uji toksisitas akut ada beberapa metode yang dilakukan, diantaranya
dengan metode uji statik. Uji statik dilakukan yaitu larutan dan organisme uji
disimpan dalam wadah uji sekama uji berlangsung, misalnya sekama 72 jam atau 96
jam, tidak diganti. Metode ini digunakan untuk ikan dan avertebrata. Terdapat
beberapa hal yang harus diperhatikan dalam melakukan uji toksisitas uji, antara
lain Bahan uji, media uji, dan hewan uji (Werorilangi, 2015).
Jumlah
hewan uji yang digunakan untuk setiap wadah (aquarium/toples) adalah minimal 10
ekor untuk uji statik dan 20 ekor untuk uji flow through. Replikasi (ulangan)
sebaiknya dilakukan. Cara pendistribusian hewan uji pada tiap wadah sangat
penting diperhatikan. Untuk 10 ekor, sebaiknya dimasukkan per 2 ekor pada
setiap wadah. Untuk 20 ekor, sebaiknya dimasukkan per 4 ekor tiap wadah. Pendistribusian
juga harus secara acak, misalnya tidak beurutan dari wadah no 1,2,3, dstnya.
Atau pendistribusian dilakukan dengan mengambil 6 hewan pertama kemudian
dimasukkan masingmasing satu ke wadah 1,2,3,4,5,6. Dan seterusnya sampai
terdapat 10 hewan pada tiap wadah, dimana wadah kontrol harus ada (Werorilangi,
2015).
Praktikum
ini dilaksanakan secara bertahap yaitu dimulai dengan proses aklimasi yang
dilaksanakan pada hari senin, 4 Mei 2015 pukul 11.00–13.00 WITA yang dilaksanakan
di Laboratorium Penangkaran dan Rehabilitasi Ekosistem Laut, pembuatan larutan
stok dilaksanakan pada hari Rabu, 6 Mei 2015 pukul 11.00–13.00 wita bertempat
di Laboratorium Oseanografi Kimia dan pengamatan tingkah laku dan pengukuran
parameter fisik dilaksanakan pada hari rabu-minggu, 6–10 Mei 2015 pukul
14.00–16.00 wita bertempat di Laboratorium Ekotoksikologi Laut, Jurusan Ilmu
Kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin,
Makassar.
Alat yang
digunakan yaitu aquarium yang
berfungsi sebagai wadah untuk melakukan aklimasi terhadap biota uji. Aerator berfungsi untuk penyuplai
oksigen pada biota uji. Batu aerasi yang digunkan sebagai penyaring. Selang
infus digunakan sebagai penyalur oksigen yang nantinya di sambung ke
aerator. Handrefraktometer berfungsi untuk mengukur salinitas. pH meter
berfungsi untuk mengukur pH. Thermometer berfungsi
untuk mengukur suhu. Timbangan analitik berfungsi untuk menimbang kadmium
klorida. Toples berfungsi untuk wadah pengujian terhadap biota uji, ember
untuk menampung air tawar dan air laut,
timba berfungsi untuk mengambil air
tawar, penyaring untuk mengambil ikan di laboratorium, lap dan tissue roll
untuk membersihkan meja dan tempat pengamatan, label untuk menandai aquarium,
pipet tetes untuk mengambil air laut yang akan diukur salinitasnya, pH meter
untuk mengukur pH air,
Bahan yang
digunakan pada praktikum ini adalah ikan Amphiprion
sp. sebagai hewan uji atau sampel, Logam Cadmium Chloride sebagai bahan toksik,
air laut sebagai media uji, masker sebagai pelindung hidung dan mulut, gloves
untuk melindungi tangan, kantong sampel sebagai wadah ikan yang telah mati,
NaOH, Na2S2O3, H2SO4 sebagai
penentuan DO akhir. MnSO4 digunakan sebagai penentuan DO akhir, dan
aquades sebagai media tambahan untuk mengencerkan air laut.
1.
Aklimasi
Langkah pertama yaitu menyiapkan
1 buah wadah akuarium yang diisi dengan media yang sama salinitasnya
dengan media asal dari ikan Amphiprion
sp. selanjutnya memasukan organisme hewan uji pengamatan kedalam toples yang
telah disediakan. Setelah itu menaikan salinitas media tersebut dengan cara
menambahkan sedikit demi sedikit dengan air laut yang bersalinitas tinggi dan
mengukur salinitas dengan mengunakan Handrefraktormeter.
2.
Pembuatan
Larutan stok
Pertama-tama
menyiapkan alat dan bahan, kemudian menimbang CdCl2 menggunakan
timbangan analitik dengan berat 0.607 gram. Setelah itu menyiapkan wadah dengan
kapasitas 6 liter air laut. Lalu memasukkan CdCl2 tersebut yang
sudah diukur ke dalam gelas ukur yang berisi aquades. Setelah itu, masukkan
larutan tersebut ke dalam wadah yang disiapkan dan berisi air laut
dengan salinitas 37 ppt sebanyak 6 liter.
3.
Pengamatan
Hewan Uji
Prosedur kerja pada praktikum ini
yaitu pertama menyiapkan 6 toples yang sudah dibersihkan dan diberikan label
pada masing-masing aquarium dengan judul
label 1/0 mg/L, 1/0 mg/L, 1/20 mg/L, 2/20 mg/L, 1/40 mg/L, 2/40 mg/L, 1/80 mg/L,
dan 2/80 mg/L. Kemudian menyiapkan air dengan konsentrasi salinitas yang
diinginkan dengan cara mengencerkan air laut pada salnitas tertinggi yaitu 37
ppt menggunakan rumus pengenceran N1V1=N2V2, kemudian memasukkan air ke dalam masing-masing
aquarium sesuai dengan salinitas yang tertulis pada label, langkah selanjutnya yaitu
pengamatan tetapi sebelumnya mengukur terlebih dahulu salinitas air atau media
awal dari ikan, Kemudian memasukkan 5 ekor ikan pada masing-masing toples.
Pengamatan dimulai dengan mengukur DO awal, pH, suhu dan salinitasnya. Kemudian
mengamati tingkah laku dan pergerakan dari ikan tersebut. Pengamatan dilakukan
setiap 24 jam, 48 jam, 72 jam, dan 96 jam. Disetiap jam pengamatan dilakukan
pengukuran suhu, saliitas dan pH serta tingkah laku hewan uji dan mortalitas
totalnya.
Dalam penentuan DO akhir digunakan
metode titrasi. Pertama-tama sampel yang didalam botol gelap di tuangkan ke
dalam botol terang setelah itu memasukkan 2 ml larutan NaOH dan MnSO4
kemudian kocok sebanyak 15 kali hingga berubah warna menjadi kuning susu.
Kemudian memasukkan H2SO4 2 ml lalu kocok 15 kali hingga berubah menjadi warna
kuning muda lalu tambahkan 5 tetes amilum kemudian tuang ke gela ukur 100 ml
dan masukkan ke dalam labu ukur lalu titrasi dengan cairan Na2S2O3
Untuk mengetahui tingkat kematian
(mortalitas) di dalam praktikum ini, menggunakan
Dan untuk mendapatkan LC50 menggunakan
rumus regresi linear
Table 1. Hasil
Pengukuran Mortalitas Hewan Uji
Salinitas
|
Konsentrasi
CdCl2
(mg/L)
|
Mortalitas
|
Jumlah
hewan yang mati
|
Mortalitas
Total
|
LC50
|
24 J
|
48 J
|
72 J
|
96 J
|
1
|
2
|
1
|
2
|
1
|
2
|
1
|
2
|
17 ppt
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
1
|
0
|
1
|
10%
|
54,81
|
20
|
0
|
0
|
1
|
1
|
0
|
0
|
0
|
0
|
2
|
20%
|
40
|
0
|
0
|
2
|
0
|
1
|
3
|
1
|
0
|
7
|
70%
|
80
|
0
|
1
|
0
|
1
|
1
|
0
|
0
|
1
|
4
|
40%
|
37 ppt
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0%
|
36
|
20
|
0
|
1
|
1
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
2
|
20%
|
40
|
0
|
5
|
2
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
7
|
70%
|
80
|
0
|
2
|
4
|
2
|
1
|
1
|
0
|
0
|
10
|
100%
|
Table 2.
Parameter Fisik Hewan Uji Pada 24 Jam
Salinitas
|
Konsentrasi CdCl2
(mg/L)
|
24 Jam
|
Tingkah Laku
|
1
|
2
|
DO
|
oC
|
ppt
|
pH
|
DO
|
oC
|
ppt
|
pH
|
17 ppt
|
0
|
3,1
|
26
|
19
|
10,6
|
|
26
|
19
|
10,5
|
Aktif
|
20
|
3,1
|
26
|
19
|
10,5
|
|
26
|
19
|
10,6
|
Aktif
|
40
|
3,1
|
26
|
19
|
10,9
|
|
26
|
20
|
10,9
|
Aktif
|
80
|
3,1
|
26
|
20
|
10,9
|
|
26
|
20
|
10,9
|
Aktif
|
37 ppt
|
0
|
3,1
|
23
|
38
|
10,5
|
|
23
|
38
|
10,1
|
Aktif
|
20
|
3,1
|
23
|
39
|
10,2
|
|
23
|
39
|
10,1
|
Pasif
|
40
|
3,1
|
23
|
39
|
10,1
|
|
-
|
-
|
-
|
Pasif
|
80
|
3,1
|
23
|
38
|
10,2
|
|
23
|
39
|
10,5
|
Aktif
|
Table 3.
Parameter Fisik Hewan Uji Pada 48 Jam
Salinitas
|
Konsentrasi
CdCl2
(mg/L)
|
48 Jam
|
Tingkah
Laku
|
1
|
2
|
DO
|
C
|
ppt
|
pH
|
DO
|
C
|
ppt
|
pH
|
17 ppt
|
0
|
|
26
|
17
|
9,7
|
|
26
|
17
|
10,5
|
Aktif
|
20
|
|
26,1
|
17
|
10,6
|
|
26
|
17
|
10,7
|
Aktif
|
40
|
|
26
|
17
|
10,9
|
|
26
|
17
|
10,8
|
Aktif
|
80
|
|
26
|
17
|
11
|
|
26
|
17
|
10,9
|
Aktif
|
37 ppt
|
0
|
|
23
|
37
|
11,3
|
|
23
|
37
|
11,3
|
Aktif
|
20
|
|
24
|
37
|
11,2
|
|
24
|
37
|
11,2
|
Aktif
|
40
|
|
24
|
38
|
11,1
|
|
-
|
-
|
-
|
Aktif
|
80
|
|
26
|
37
|
9,7
|
|
25
|
37
|
11,6
|
Aktif
|
Salinitas
|
Konsentrasi
CdCl2
(mg/L)
|
72 Jam
|
Tingkah
Laku
|
1
|
2
|
DO
|
C
|
ppt
|
pH
|
DO
|
C
|
ppt
|
pH
|
17 ppt
|
0
|
|
26
|
19
|
10,6
|
|
26
|
19
|
10,5
|
Aktif
|
20
|
|
26
|
19
|
10,5
|
|
26
|
19
|
10,6
|
Aktif
|
40
|
|
26
|
19
|
10,9
|
|
26
|
20
|
10,9
|
Aktif
|
80
|
|
26
|
20
|
10,9
|
|
26
|
20
|
10,9
|
Aktif
|
37 ppt
|
0
|
|
23
|
38
|
10,5
|
|
23
|
38
|
10,1
|
Aktif
|
20
|
|
23
|
39
|
10,2
|
|
23
|
39
|
10,1
|
Pasif
|
40
|
|
23
|
39
|
10,1
|
|
-
|
-
|
-
|
Pasif
|
80
|
|
23
|
38
|
10,2
|
|
23
|
39
|
10,5
|
Aktif
|
Table 5.
Parameter Fisik Hewan Uji.Pada 96 Jam
Salinitas
|
Konsentrasi
CdCl2
(mg/L)
|
96 Jam
|
Tingkah
Laku
|
1
|
2
|
DO
|
C
|
ppt
|
pH
|
DO
|
C
|
ppt
|
pH
|
17 ppt
|
0
|
|
26
|
18
|
11,6
|
|
27
|
18
|
11,6
|
Aktif
|
20
|
|
26
|
18
|
11,5
|
|
27
|
17
|
11,5
|
Aktif
|
40
|
|
26
|
17
|
11,5
|
|
27
|
17
|
11,6
|
Pasif
|
80
|
|
26
|
17
|
11,5
|
|
27
|
17
|
11,6
|
Aktif
|
37 ppt
|
0
|
|
26
|
37
|
10,8
|
|
26
|
37
|
10,8
|
Aktif
|
20
|
|
26
|
38
|
11,3
|
|
26
|
30
|
11,3
|
Pasif
|
40
|
|
26
|
38
|
11,4
|
|
-
|
-
|
-
|
Paasif
|
80
|
|
-
|
-
|
-
|
|
-
|
-
|
-
|
|
Setelah
melakukan pengamatan maka didapatkan hasil dari pengukuran parameter fisik
hewan uji. Pengamatan parameter fisik diamati sebanyak 4 kali yaitu pada waktu
24 jam, 48 jam, 72 jam, dan 96 jam. Pada pengamatan suhu selama pengamatan di
laboratorium pada semua konsentrasi logam didapatkan hasil pada salinitas 17
ppt yang cenderung normal, dan pada
salinitas 37 ppt cenderung mengalami penurunan suhu. Namun pada
pengamatan 96 jam didapatkan peningkatan suhu di semua salinitas dan
konsentrasi logam, dimana pada salinitas 17 ppt meningkat menjadi 27oC
dan pada salinitas 37 ppt meningkat menjadi 26oC. Hal ini disebabkan
karena metabolisme ikan semakin meningkat atau pengaruh dari lingkungan sekitar
sehingga mempengaruhi suhu lingkungannya. hal ini sesuai dengan pendapat
Hutabarat (1985) yang menyatakan bahwa suhu suatu perairan dipengaruhi oleh
lingkungan sekitar.
Selanjutnya untuk pengamatan salinitas selama
pengamatan tidak didapatkan penurunan nilai salinitas, justru nilai salinitas
yang menunjukkan peningkatan di semua konsentrasi logam. Peningkatan salinitas
tertinggi pada salinitas awal 17 ppt mencapai 20 ppt, dan pada salinitas awal
37 ppt mencapai 39 ppt. Untuk pengukuran derajat keasaman (pH) didapatkan hasil
pengukuran yang tidak normal dengan kisaran pH 9-11 yang berarti basa. Nilai pH terendah
yang didapatkan adalah 9,6 dan nilai pH tertinggi yang didapatkan adalah 11,6. hasil pengukuran ini dapatkan karena alat yang digunakan tidak valid. Untuk pengukuran DO dilakukan di awal dan di akhir pengamatan. Tingkahlaku
hewan uji yang diamati selama pengamatan dilakukan terlihat aktif saat awal
pengamatan, namun pada pengamatan akhir hewan uji cenderung tidak melakukan
pergerakan. Hal ini terjadi karena sudah berkurangnya energi yang dimiliki oleh
ikan akibat dari metabolisme yang berlebihan. Hal ini dilakukan oleh ikan
tersebut untuk menyeimbangkan konsentrasi cairan tubuh dengan lingkungannya.
Maka hasil ini sesuai dengan pendapat Rusdi
(2006) dalam Yurisma (1979)
bahwa proses metabolisme tersebut akan mengahasilkan energi yang selanjutnya
akan digunakan untuk mempertahankan hidup, termasuk adaptasi lingkungan
(osmoregulasi) maka proses osmoregulasi membutuhkan banyak energi.
Pengamatan
mortalitas ditentukan berdasarkan jumlah hewan uji yang mati selama pengamatan
dilakukan. Jika dilihat dari persentase mortalitasnya, tingkat mortalitas yang
paling tinggi berada pada pengamatan dengan salinitas 37 ppt, dengan total
persen rata-rata mortalitasnya 47,5 %. Pada pengamatan dengan salinitas 17 ppt
didapatkan mortalitas tertinggi berada pada konsentrasi 40 mg/L dengan nilai
mortalitas 70%. Sedangkan pada pengamatan dengan salinitas 37 ppt didapatkan
mortalitas tertinggi berada pada konsentrasi 80 mg/L dengan nilai mortalitas 100%.
Hasil tersebut sesuai dengan pendapat Jonak et al. (2004) dalam
Rumahlatu (2012) bahwa kematian hewan disebabkan dari logam esensial yang jika
berada dalam jumlah yang tinggi, akan menyebabkan terjadi perubahan pada fungsi
utamanya dan mengkatalis berbagai perubahan fisiologis.
Kemudain
untuk LC50 didapatkan pada salinitas 17 didapatkan LC50nya
yaitu 54,81 mg/L dan pada salinitas 37 didapatkan hasil LC50nya 36
mg/L.
Pada pengamatan tingkah laku, hewan uji yang mengalami
gangguan hingga mengalami kematian yang banyak berada pada salinitas 37 ppt
dengan konsentrasi 80 mg/L. hal ini disebabkan karena konsentrasi logam
tersebut yang paling tinggi dibandingkan dengan konsentrasi 20 mg/L dan 40
mg/L. dari hasil ini diperoleh kesimpulan bahwa semakin tinggi konsetrasi suatu
logam maka semakin cepat organisme mengalami gangguan hingga kematian.
Pernyataan ini sesuai dengan pendapat dari Rumahlatu (2012) bahwa semakin tnggi
tingkat konsentrasi pada logam berat maka semakin berpengaruh pada kondisi
fisik dan biologi suatu organisme.
Setelah
melakukan praktikum ini maka dapat disimpulkan bahwa logam CdCl2
berpengaruh terhadap morfologi dan tingkah laku ikan Amphiprion sp. serta hasil yang diperoleh dari praktikum tersebut
yaitu, pada LC50 dengan salinitas 37 didapatkan nilai konsentrasi 36
mg/L dan salinitas 17 didapatkan LC50 sebanyak 54,81 mg/L
Sebaiknya
praktikum selanjutnya menggunakan alat yang akurat sehingga data yang didapat
lebih baik.
Apriliani.
2015. Uji Toksisitas Akut. Scribd.
Darmono,
1995. Logam Dalam Sistem Biologi Makhluk
Hidup. Penerbit UI- Press, Jakarta.
Hutabarat.
1985. Pengantar Oseanografi. Jakarta : UI
Palar, H.
2004. Pencemaran dan toksikologi logam
berat. Rineka Cipta. Jakarta.
Rumahlatu,
D. 2012. Biomonitoring: Sebagai Asesmen
Kualitas Perairan Akibat Logam Berat Kadmium Pada Invertebrata Perairan download.portalgaruda.org/article.php?article=115584&val=5285.(diakses pada tanggal 17 mei 2015) .
Rusdi.
I, dan Karim. M.Y. 2006. Salinitas
Optimum bagi Sintasan dan Pertumbuhan Crablet Kepiting Bakau (Scylla
paramamosain). Jurnal Sains & Teknologi, Vol. 6 No.3: 149-157 j.
Werorilangi, S. 2015. Pengantar Praktikum Ekotoksikologi.
Jurusan Ilmu Kelautan. UNHAS: Makassar
lapiran