Kamis, 20 April 2017

MOLLUSCA



1.      Jelaskan apa yang dimaksud dengan Gastropoda !
2.      Sebutkan ciri-ciri kelas dari gastropoda beserta contohnya masing-masing !
3.      Apa yang dimaksud dengan :
a.       Apex
b.      Callus
c.       Takik stromboid
d.      Umbo
4.      Gambarkan secara manual (menggunakan tangan) bentuk–bentuk operculum pada gastropoda !
5.      Klasifikasikan :
a.       Conus marmoreus
b.      Terebralia sulcata
c.       Cypraea tigris
Jawab :
1.      Gastropoda berasal dari kata Latin gastra yang berarti perutdan kata pous
yang berarti kaki. Jadi, gastropoda adalah hewan-hewan invertebrata yang menggunakan perutnya sebagai kaki.
2.      Ciri-ciri Gastropoda :
a. menggunakan perutnya sebagai kaki atau alat geraknya.
b. memiliki jumlah spesies yang paling besar.
c. memiliki lidah parut dan zat tanduk untuk menghancurkan makanannya
d. Cangkoknya berbentuk kerucut terpilin.
e. Pada waktu larva tubuhnya berbentuk simetris bilateral tetapi dalam perkembangannya mengalami pembengkokan sehingga membentuk lingkaran.
f. Pada waktu dewasa, anusnya berada di sebelah atas mulutnya.
g. Larvanya bernafas dengan insang dan pada waktu dewasa bernafas dengan paru-paru.
h. Sifatnya hemafrodit..
Contoh gastropoda :
a. Achatina fullica (bekicot)
b. Lymnea javanica
c. Teredo narvalis.
Sumber : Buku Biologi unuk SMU, Hartini Etik Widayati, Intan Pariwara

3.      a. apex adalah ekstremitas yang berlawanan shell gastropoda ke daerah anterior, bagian dari shell yang dibangun dalam kehidupan sebelumnya.
b. Callus adalah penebalan shell, sekunder, mulus, kadang-kadang mengkilap, biasanya disekresikan pada daerah parietal
dari columella tersebut.
c. Takik stromboid adalah ujung pada bagian anterior.
d. Umbo adalah Puncak cangkang dan merupakan bagian cangkang yang paling tua.
4.      BERADA PADA KERTAS LAIN.
5.      a. Canus marmoreus
Kingdom: Animalia
       Phylum: Mollusca
              Class: Gastropoda
                   Order: Sorbeoconcha
                      Family: Conidae
                          Genus: Conus
                                 Species : Conus marmoreus
b. Terebralia sulkata
Kingdom: Animalia
   Phylum: Mollusca
       Class: Gastropoda
            Order: Sorbeoconcha  
                   Family: Potamididae
                          Genus: Terebralia
                               Species: Terebralia sulcata
c. Cypraea tigris
Kingdom: Animalia
     Phylum: Mollusca
           Class: Gastropoda  
                 Order: Sorbeoconcha
                     Family: Cypraeidae
                          Genus: Cypraea
                              Species: Cypraea tigris

TP AVERTEBRATA LAUT MOLLUSCA I



1.      Jelaskan apa yang dimaksud dengan Gastropoda !
2.      Sebutkan ciri-ciri kelas dari gastropoda beserta contohnya masing-masing !
3.      Apa yang dimaksud dengan :
a.       Apex
b.      Callus
c.       Takik stromboid
d.      Umbo
4.      Gambarkan secara manual (menggunakan tangan) bentuk–bentuk operculum pada gastropoda !
5.      Klasifikasikan :
a.       Conus marmoreus
b.      Terebralia sulcata
c.       Cypraea tigris
Jawab :
1.      Gastropoda berasal dari kata Latin gastra yang berarti perutdan kata pous
yang berarti kaki. Jadi, gastropoda adalah hewan-hewan invertebrata yang menggunakan perutnya sebagai kaki.
2.      Ciri-ciri Gastropoda :
a. menggunakan perutnya sebagai kaki atau alat geraknya.
b. memiliki jumlah spesies yang paling besar.
c. memiliki lidah parut dan zat tanduk untuk menghancurkan makanannya
d. Cangkoknya berbentuk kerucut terpilin.
e. Pada waktu larva tubuhnya berbentuk simetris bilateral tetapi dalam perkembangannya mengalami pembengkokan sehingga membentuk lingkaran.
f. Pada waktu dewasa, anusnya berada di sebelah atas mulutnya.
g. Larvanya bernafas dengan insang dan pada waktu dewasa bernafas dengan paru-paru.
h. Sifatnya hemafrodit..
Contoh gastropoda :
a. Achatina fullica (bekicot)
b. Lymnea javanica
c. Teredo narvalis.
Sumber : Buku Biologi unuk SMU, Hartini Etik Widayati, Intan Pariwara

3.      a. apex adalah ekstremitas yang berlawanan shell gastropoda ke daerah anterior, bagian dari shell yang dibangun dalam kehidupan sebelumnya.
b. Callus adalah penebalan shell, sekunder, mulus, kadang-kadang mengkilap, biasanya disekresikan pada daerah parietal
dari columella tersebut.
c. Takik stromboid adalah ujung pada bagian anterior.
d. Umbo adalah Puncak cangkang dan merupakan bagian cangkang yang paling tua.
4.      BERADA PADA KERTAS LAIN.
5.      a. Canus marmoreus
Kingdom: Animalia
       Phylum: Mollusca
              Class: Gastropoda
                   Order: Sorbeoconcha
                      Family: Conidae
                          Genus: Conus
                                 Species : Conus marmoreus
b. Terebralia sulkata
Kingdom: Animalia
   Phylum: Mollusca
       Class: Gastropoda
            Order: Sorbeoconcha  
                   Family: Potamididae
                          Genus: Terebralia
                               Species: Terebralia sulcata
c. Cypraea tigris
Kingdom: Animalia
     Phylum: Mollusca
           Class: Gastropoda  
                 Order: Sorbeoconcha
                     Family: Cypraeidae
                          Genus: Cypraea
                              Species: Cypraea tigris

uji toksisitas akut logam CdCl2 terhadap ikan Amphiprion sp.

LAPORAN LENGKAP
EKOTOKSIKOLOGI LAUT

UJI TOKSISITAS AKUT LOGAM CdCl2 TERHADAP IKAN Amphiprion sp.



Oleh :
NAMA               : ANDI RIAN DIKA P
NIM                   : L111 12 278
ASISTEN          : ROBBY NIMZET



LABORATORIUM EKOTOKSIKOLOGI LAUT
JURUSAN ILMU KELAUTAN
FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2015






KATA PENGANTAR


Alhamdulillah puji syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkah, rahmat, hidayah, dan karunia yang diberikan sehingga laporan Ekotoksikologi laut dapat di selesaikan. Salawat dan salam juga penulis panjatkan kepada baginda nabi besar Muhammad SAW yang selalu menjadi panutan, suri tauladan, dan pemberi jalan kea rah yang benar bagi kita semua.
Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada koordinator praktikum Ekotoksikologi Laut dan asiten pembimbing yang telah memberikan arahan dan masukan kepada penulis dalam menyelesaikan laporan akhir ini. Ucapan hangat dan manis kepada teman-teman kelompok dua yang sama-sama berjuang dalam melakukan praktik serta dalam pembuatan laporan lengkap.
Saya menyadari bahwa masih banyak terdapat kesalahan-kesalahan dalam penulisan laporan ini. Untuk itu kritik dan saran sangat penulis perlukan demi perbaikan untuk penulisan-penulisan kedepannya.


Makassar, 22 Mei  2015


       Penulis








DAFTAR ISI



LAMPIRAN





DAFTAR TABEL


 

DAFTAR GAMBAR


 



Logam berat Cd di air kebanyakan dijumpai dalam bentuk ion. Cadmium dalam air laut berbentuk senyawa klorida (CdCl2), sedangkan dalam air tawar berbentuk karbonat (CdCO3). Pada air payau, biasanya pada daerah muara dan pantai, kedua senyawa tersebut jumlahnya berimbang. Logam berat berbahaya terakumulasi oleh biota laut diserap melalui insang dan saluran pencernaan. Logam berat Cd dapat tertimbun dalam jaringan dan berikatan dengan protein dimana disebut dengan metalotionein (MTN) yang bersifat agak permanen dan mempunyai waktu paruh yang cukup lama (Darmono, 1995).
Logam kadmium akan mengalami proses biotransformasi dan bioakumulasi di dalam organisme hidup (tumbuhan, hewan dan manusia). Dalam biota perairan jumlah logam yang terakumulasi akan terus mengalami peningkatan  (biomagnifikasi) dan dalam rantai makanan biota yang tertinggi akan mengalami akumulasi Cd yang lebih banyak (Palar, 2004).
Cd dikenal  sebagai  logam  berat  nonesensial  bagi  tubuh,  sehingga  dengan  kadar  rendah dapat  menyebabkan  karsinogenik,  teratogenik,  dan mutagenik  pada  berbagai  jenis  hewan. Imbasnya banyak penelitian tentang akumulasi  logam  berat  kadmium  dilingkungan perairan dan berbagai organ, dan tahapan perkembangan  embrio  dan  dewasa  pada berbagai biota  perairan telah  dilakukan  selama  beberapa dekade (Palar, 2004).
Berdasarkan dari literature yang ada bahwa begitu besarnya dampak yang ditimbulkan oleh logam kadmium, maka dilakukanlah praktikum uji toksisitas akut CdCl2 (Cadmium Chloride) terhadap ikan  Amphiprion Sp.




Tujuan dari praktikum ini adalah untuk melihat pengaruh logam CdCl2 terhadap perubahan morfologi dan tingkah laku ikan Amphiprion sp.
Kegunaan dari praktikum ini adalah agar mahasiswa mampu melihat pengaruh logam CdCl2 terhadap perubahan morfologi ikan Amphiprion sp. pada konsentrasi logam yang berbeda-beda
Ruang lingkup dari praktikum ini meliputi pengamatan terhadap Morfologi  ikan Amphiprion sp. dengan mengamati bentu, warna dan bau. Serta dilakukan juga pengamatan parameter lingkungan berupa suhu, salinitas, pH dan DO.
Kadmium merupakan salah satu jenis logam berat yang memiliki toksisitas yang tinggi, penyebaran yang luas serta memiliki waktu paruh (biological life) yang panjang dalam tubuh organisme hidup yaitu sekitar 10-30 tahun karena tidak dapat didegradasi, memiliki sebaran pada areal yang sangat luas dan akhirnya menimbulkan toksisitas yang tinggi bagi hewan dan tumbuhan (Schutzendubel et al., 2001 dalam Rumahlatu, 2012)
Kegiatan industri mempunyai dampak posistif dan negatif, salah satu dampak yang merugikan lingkungan dan manusia adalah pencemaran logam berat di perairan. Keberadaan logam kadmium di perairan dapat berasal dari limbah elektroplating, pabrik cat, industri plastik, dan baterai. Cd merupakan logam non-esensial bagi organisme tetapi dapat menggantikan logam esensial seng dengan fungsi sebagai bagian dari penyusun enzim dehydrogenase, peptidase, protease Bioakumulasi Cd pada konsentrasi tinggi dapat menyebabkan kerusakan ginjal, hati, degenerasi tulang, bahkan kanker (Palar, 2004).
Dalam pengawasan kualitas lingkungan suatu perairan, logam berat merupakan salah satu parameter penting untuk melihat tingkat pencemarannya. Cemaran logam berat umumnya disebabkan oleh berbagai jenis limbah baik domestik, industri, pertanian, maupun pertambangan. Sumber utama cemaran logam berat di perairan waduk biasanya berasal dari aliran sungai yang masuk ke waduk tersebut (Priyono, 2008).
Logam berat memegang peran penting dalam proses fisilogis mahkluk hidup. Dalam konsentrasi yang rendah, beberapa ion logam berat dibutuhkan untuk proses metabolisme, pertumbuhan dan perkembangan. Hal ini disebabkan karena logam esensial merupakan komponen integral dan fungsional dari beberapa enzim dan berperan penting dalam regulasi transkripsi protein, namun jika berada dalam jumlah yang tinggi, akan menyebabkan terjadi perubahan pada fungsi utamanya dan mengkatalis berbagai perubahan fisiologis (Jonak et al. 2004 dalam Rumahlatu, 2012).
Menurut Palar (2006) dalam Rumahlatu (2012) Cd merupakan logam berat non esensial. bahwa pada konsentrasi yang tinggi, kadmium merupakan logam berat yang bersifat karsinogen, mutagenik dan teratogenik pada beberapa jenis hewan uji. Dijelaskan oleh Jonak et al. (2004) dalam Rumahlatu (2012) bahwa kadmium tidak diketahui memiliki fungsi biologis di dalam sel tetapi memiliki sifat reaktif yang sangat tinggi dan dapat menginaktifkan berbagai macam aktivitas enzim yang diperlukan oleh sel. Setelah diabsorbsi, logam berat kadmium akan terakumulasi di dalam organ target yang utamanya adalah ginjal kemudian menimbulkan toksisitas. Efek yang ditimbulkan oleh logam berat kadmium adalah terjadi pengurangan berat badan dan juga menemukan bahwa paparan logam berat kadmium dapat menyebabkan retardasi (perlambatan) pertumbuhan serta menghambat pengambilan ion kalsium pada insang ikan atau hewan uji.
Uji toksisitas akut merupakan uji untuk menentukan Dosis Lethal (LD50),dimana LD50 didefinisikan sebagai dosis tunggal suatu zat yang secara statistik diharapkan akan membunuh 50% hewan percobaan. Uji toksisitas akut ini dilakukandengan memberikan zat kimia yang sedang diuji sebanyak satu kali selama masapengujian dan diamati dalam jangka waktu minimal 24 jam atau lebih (7-14 hari). Ujitoksisitas akut dirancang untuk menentukan efek toksik suatu senyawa yang akan terjadidalam waktu yang singkat setelah pemejanan atau pemberiannya dengan takaran tertentu.Takaran dosis yang dianjurkan paling tidak empat peringkat dosis, berkisar dari dosisterendah yang tidak atau hampir tidak mematikan seluruh hewan uji sampai dengan dosistertinggi yang dapat mematikan seluruh atau hampir seluruh hewan uji. Biasanyapengamatan dilakukan selama 24 jam, kecuali pada kasus tertentu selama 7-14 hari.Pengamatan tersebut meliputi: gejala-gejala klinis seperti nafsu makan, bobot badan,keadaan mata dan bulu, tingkah laku, jumlah hewan yang mati, serta histopatologi organ (Loomis, 1978 dalam Apriliani, 2015).
Tujuan dilakukannya uji toksisitas akut adalah untuk menentukan potensi ketoksikan akut dari suatu senyawa dan untuk menentukan gejala yang timbul pada hewan uji. Data yang dikumpulkan pada uji toksisitas akut ini adalah data kuantitatif yang berupa kisaran dosis letal atau toksik, dan data kualitatif yang berupa gejala klinis (Sulastry, 2009). Lethal Dose 50 adalah suatu besaran yang diturunkan secara statistik, guna menyatakan dosis tunggal sesuatu senyawa yang diperkirakan dapat mematikan atau menimbulkan efek toksik yang berarti pada 50% hewan uji setelah perlakuan. LD50 merupakan tolak ukur kuantitatif yang sering digunakan untuk menyatakan kisaran dosis lethal. (Apriliani, 2015)
Dalam melakukan uji toksisitas akut ada beberapa metode yang dilakukan, diantaranya dengan metode uji statik. Uji statik dilakukan yaitu larutan dan organisme uji disimpan dalam wadah uji sekama uji berlangsung, misalnya sekama 72 jam atau 96 jam, tidak diganti. Metode ini digunakan untuk ikan dan avertebrata. Terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan dalam melakukan uji toksisitas uji, antara lain Bahan uji, media uji, dan hewan uji (Werorilangi, 2015).
Jumlah hewan uji yang digunakan untuk setiap wadah (aquarium/toples) adalah minimal 10 ekor untuk uji statik dan 20 ekor untuk uji flow through. Replikasi (ulangan) sebaiknya dilakukan. Cara pendistribusian hewan uji pada tiap wadah sangat penting diperhatikan. Untuk 10 ekor, sebaiknya dimasukkan per 2 ekor pada setiap wadah. Untuk 20 ekor, sebaiknya dimasukkan per 4 ekor tiap wadah. Pendistribusian juga harus secara acak, misalnya tidak beurutan dari wadah no 1,2,3, dstnya. Atau pendistribusian dilakukan dengan mengambil 6 hewan pertama kemudian dimasukkan masingmasing satu ke wadah 1,2,3,4,5,6. Dan seterusnya sampai terdapat 10 hewan pada tiap wadah, dimana wadah kontrol harus ada (Werorilangi, 2015).




Praktikum ini dilaksanakan secara bertahap yaitu dimulai dengan proses aklimasi yang dilaksanakan pada hari senin, 4 Mei 2015 pukul 11.00–13.00 WITA yang dilaksanakan di Laboratorium Penangkaran dan Rehabilitasi Ekosistem Laut, pembuatan larutan stok dilaksanakan pada hari Rabu, 6 Mei 2015 pukul 11.00–13.00 wita bertempat di Laboratorium Oseanografi Kimia dan pengamatan tingkah laku dan pengukuran parameter fisik dilaksanakan pada hari rabu-minggu, 6–10 Mei 2015 pukul 14.00–16.00 wita bertempat di Laboratorium Ekotoksikologi Laut, Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin, Makassar.
Alat yang digunakan yaitu aquarium yang berfungsi sebagai wadah untuk melakukan aklimasi terhadap biota uji. Aerator berfungsi untuk penyuplai oksigen pada biota uji. Batu aerasi yang digunkan sebagai penyaring. Selang infus digunakan sebagai penyalur oksigen yang nantinya di sambung ke aerator.  Handrefraktometer berfungsi untuk mengukur salinitas. pH meter berfungsi untuk mengukur pH. Thermometer berfungsi untuk mengukur suhu. Timbangan analitik berfungsi untuk menimbang kadmium klorida. Toples berfungsi untuk wadah pengujian terhadap biota uji, ember untuk  menampung air tawar dan air laut, timba berfungsi untuk  mengambil air tawar, penyaring untuk mengambil ikan di laboratorium, lap dan tissue roll untuk membersihkan meja dan tempat pengamatan, label untuk menandai aquarium, pipet tetes untuk mengambil air laut yang akan diukur salinitasnya, pH meter untuk mengukur pH air,
Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah ikan Amphiprion sp. sebagai hewan uji atau sampel, Logam Cadmium Chloride sebagai bahan toksik, air laut sebagai media uji, masker sebagai pelindung hidung dan mulut, gloves untuk melindungi tangan, kantong sampel sebagai wadah ikan yang telah mati, NaOH, Na2S2O3, H2SO4 sebagai penentuan DO akhir. MnSO4 digunakan sebagai penentuan DO akhir, dan aquades sebagai media tambahan untuk mengencerkan air laut.
1.    Aklimasi
Langkah pertama yaitu menyiapkan 1 buah wadah akuarium yang diisi dengan media yang sama salinitasnya  dengan  media asal dari ikan Amphiprion sp. selanjutnya memasukan organisme hewan uji pengamatan kedalam toples yang telah disediakan. Setelah itu menaikan salinitas media tersebut dengan cara menambahkan sedikit demi sedikit dengan air laut yang bersalinitas tinggi dan mengukur salinitas dengan mengunakan  Handrefraktormeter.
2.      Pembuatan Larutan stok
Pertama-tama menyiapkan alat dan bahan, kemudian menimbang CdCl2 menggunakan timbangan analitik dengan berat 0.607 gram. Setelah itu menyiapkan wadah dengan kapasitas 6 liter air laut. Lalu memasukkan CdCl2 tersebut yang sudah diukur ke dalam gelas ukur yang berisi aquades. Setelah itu, masukkan larutan  tersebut ke dalam  wadah yang disiapkan dan berisi air laut dengan salinitas 37 ppt sebanyak 6 liter.
3.      Pengamatan Hewan Uji
          Prosedur kerja pada praktikum ini yaitu pertama menyiapkan 6 toples yang sudah dibersihkan dan diberikan label pada masing-masing aquarium  dengan judul label 1/0 mg/L, 1/0 mg/L, 1/20 mg/L, 2/20 mg/L, 1/40 mg/L, 2/40 mg/L, 1/80 mg/L, dan 2/80 mg/L. Kemudian menyiapkan air dengan konsentrasi salinitas yang diinginkan dengan cara mengencerkan air laut pada salnitas tertinggi yaitu 37 ppt menggunakan rumus pengenceran N1V1=N2V2, kemudian   memasukkan air ke dalam masing-masing aquarium sesuai dengan salinitas yang tertulis pada label, langkah selanjutnya yaitu pengamatan tetapi sebelumnya mengukur terlebih dahulu salinitas air atau media awal dari ikan, Kemudian memasukkan 5 ekor ikan pada masing-masing toples. Pengamatan dimulai dengan mengukur DO awal, pH, suhu dan salinitasnya. Kemudian mengamati tingkah laku dan pergerakan dari ikan tersebut. Pengamatan dilakukan setiap 24 jam, 48 jam, 72 jam, dan 96 jam. Disetiap jam pengamatan dilakukan pengukuran suhu, saliitas dan pH serta tingkah laku hewan uji dan mortalitas totalnya.
          Dalam penentuan DO akhir digunakan metode titrasi. Pertama-tama sampel yang didalam botol gelap di tuangkan ke dalam botol terang setelah itu memasukkan 2 ml larutan NaOH dan MnSO4 kemudian kocok sebanyak 15 kali hingga berubah warna menjadi kuning susu. Kemudian memasukkan H2SO4 2 ml lalu kocok 15 kali hingga berubah menjadi warna kuning muda lalu tambahkan 5 tetes amilum kemudian tuang ke gela ukur 100 ml dan masukkan ke dalam labu ukur lalu titrasi dengan cairan Na2S2O3
Untuk mengetahui tingkat kematian (mortalitas) di dalam praktikum ini, menggunakan
Dan untuk mendapatkan LC50 menggunakan rumus regresi linear
                                         
Table 1. Hasil Pengukuran Mortalitas Hewan Uji
Salinitas
Konsentrasi
CdCl2
(mg/L)
Mortalitas
Jumlah hewan yang mati
Mortalitas Total
LC50
24 J
48 J
72 J
96 J
1
2
1
2
1
2
1
2
17 ppt
0
0
0
0
0
0
0
1
0
1
10%
54,81
20
0
0
1
1
0
0
0
0
2
20%
40
0
0
2
0
1
3
1
0
7
70%
80
0
1
0
1
1
0
0
1
4
40%
37 ppt
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0%
36
20
0
1
1
0
0
0
0
0
2
20%
40
0
5
2
0
0
0
0
0
7
70%
80
0
2
4
2
1
1
0
0
10
100%

Table 2. Parameter Fisik Hewan Uji Pada 24 Jam
Salinitas
Konsentrasi CdCl2
(mg/L)
24 Jam
Tingkah Laku
1
2
DO
oC
ppt
pH
DO
oC
ppt
pH
17 ppt
0
3,1
26
19
10,6

26
19
10,5
Aktif
20
3,1
26
19
10,5

26
19
10,6
Aktif
40
3,1
26
19
10,9

26
20
10,9
Aktif
80
3,1
26
20
10,9

26
20
10,9
Aktif
37 ppt
0
3,1
23
38
10,5

23
38
10,1
Aktif
20
3,1
23
39
10,2

23
39
10,1
Pasif
40
3,1
23
39
10,1

 -
Pasif
80
3,1
23
38
10,2

23
39
10,5
Aktif




Table 3. Parameter Fisik Hewan Uji Pada 48 Jam
Salinitas
Konsentrasi
CdCl2
(mg/L)
48 Jam
Tingkah Laku
1
2
DO
C
ppt
pH
DO
C
ppt
pH
17 ppt
0

26
17
9,7

26
17
10,5
Aktif
20

26,1
17
10,6

26
17
10,7
Aktif
40

26
17
10,9

26
17
10,8
Aktif
80

26
17
11

26
17
10,9
Aktif
37 ppt
0

23
37
11,3

23
37
11,3
Aktif
20

24
37
11,2

24
37
11,2
Aktif
40

24
38
11,1

 -
Aktif
80

26
37
9,7

25
37
11,6
Aktif
Tabel 4. Table 4. Parameter Fisik Hewan Uji.Pada 72 Jam
Salinitas
Konsentrasi
CdCl2
(mg/L)
72 Jam
Tingkah Laku
1
2
DO
C
ppt
pH
DO
C
ppt
pH
17 ppt
0

26
19
10,6

26
19
10,5
Aktif
20

26
19
10,5

26
19
10,6
Aktif
40

26
19
10,9

26
20
10,9
Aktif
80

26
20
10,9

26
20
10,9
Aktif
37 ppt
0

23
38
10,5

23
38
10,1
Aktif
20

23
39
10,2

23
39
10,1
Pasif
40

23
39
10,1

 -
Pasif
80

23
38
10,2

23
39
10,5
Aktif
Table 5. Parameter Fisik Hewan Uji.Pada 96 Jam
Salinitas
Konsentrasi
CdCl2
(mg/L)
96 Jam
Tingkah Laku
1
2
DO
C
ppt
pH
DO
C
ppt
pH
17 ppt
0

26
18
11,6

27
18
11,6
Aktif
20

26
18
11,5

27
17
11,5
Aktif
40

26
17
11,5

27
17
11,6
Pasif
80

26
17
11,5

27
17
11,6
Aktif
37 ppt
0

26
37
10,8

26
37
10,8
Aktif
20

26
38
11,3

26
30
11,3
Pasif
40

26
38
11,4

-
-
-
Paasif
80

-
-
-
-
-
-




Gambar 1. Mortalitas
Setelah melakukan pengamatan maka didapatkan hasil dari pengukuran parameter fisik hewan uji. Pengamatan parameter fisik diamati sebanyak 4 kali yaitu pada waktu 24 jam, 48 jam, 72 jam, dan 96 jam. Pada pengamatan suhu selama pengamatan di laboratorium pada semua konsentrasi logam didapatkan hasil pada salinitas 17 ppt yang cenderung normal, dan pada  salinitas 37 ppt cenderung mengalami penurunan suhu. Namun pada pengamatan 96 jam didapatkan peningkatan suhu di semua salinitas dan konsentrasi logam, dimana pada salinitas 17 ppt meningkat menjadi 27oC dan pada salinitas 37 ppt meningkat menjadi 26oC. Hal ini disebabkan karena metabolisme ikan semakin meningkat atau pengaruh dari lingkungan sekitar sehingga mempengaruhi suhu lingkungannya. hal ini sesuai dengan pendapat Hutabarat (1985) yang menyatakan bahwa suhu suatu perairan dipengaruhi oleh lingkungan sekitar.
 Selanjutnya untuk pengamatan salinitas selama pengamatan tidak didapatkan penurunan nilai salinitas, justru nilai salinitas yang menunjukkan peningkatan di semua konsentrasi logam. Peningkatan salinitas tertinggi pada salinitas awal 17 ppt mencapai 20 ppt, dan pada salinitas awal 37 ppt mencapai 39 ppt. Untuk pengukuran derajat keasaman (pH) didapatkan hasil pengukuran yang tidak normal dengan kisaran pH 9-11 yang berarti basa. Nilai pH terendah yang didapatkan adalah 9,6 dan nilai pH tertinggi yang didapatkan adalah 11,6. hasil pengukuran ini dapatkan karena alat yang digunakan tidak valid. Untuk pengukuran DO dilakukan di awal dan di akhir pengamatan. Tingkahlaku hewan uji yang diamati selama pengamatan dilakukan terlihat aktif saat awal pengamatan, namun pada pengamatan akhir hewan uji cenderung tidak melakukan pergerakan. Hal ini terjadi karena sudah berkurangnya energi yang dimiliki oleh ikan akibat dari metabolisme yang berlebihan. Hal ini dilakukan oleh ikan tersebut untuk menyeimbangkan konsentrasi cairan tubuh dengan lingkungannya. Maka hasil ini sesuai dengan pendapat Rusdi  (2006) dalam Yurisma (1979) bahwa proses metabolisme tersebut akan mengahasilkan energi yang selanjutnya akan digunakan untuk mempertahankan hidup, termasuk adaptasi lingkungan (osmoregulasi) maka proses osmoregulasi membutuhkan banyak energi.
Pengamatan mortalitas ditentukan berdasarkan jumlah hewan uji yang mati selama pengamatan dilakukan. Jika dilihat dari persentase mortalitasnya, tingkat mortalitas yang paling tinggi berada pada pengamatan dengan salinitas 37 ppt, dengan total persen rata-rata mortalitasnya 47,5 %. Pada pengamatan dengan salinitas 17 ppt didapatkan mortalitas tertinggi berada pada konsentrasi 40 mg/L dengan nilai mortalitas 70%. Sedangkan pada pengamatan dengan salinitas 37 ppt didapatkan mortalitas tertinggi berada pada konsentrasi 80 mg/L dengan nilai mortalitas 100%. Hasil tersebut sesuai dengan pendapat Jonak et al. (2004) dalam Rumahlatu (2012) bahwa kematian hewan disebabkan dari logam esensial yang jika berada dalam jumlah yang tinggi, akan menyebabkan terjadi perubahan pada fungsi utamanya dan mengkatalis berbagai perubahan fisiologis.
Kemudain untuk LC50 didapatkan pada salinitas 17 didapatkan LC50nya yaitu 54,81 mg/L dan pada salinitas 37 didapatkan hasil LC50nya 36 mg/L.
            Pada pengamatan tingkah laku, hewan uji yang mengalami gangguan hingga mengalami kematian yang banyak berada pada salinitas 37 ppt dengan konsentrasi 80 mg/L. hal ini disebabkan karena konsentrasi logam tersebut yang paling tinggi dibandingkan dengan konsentrasi 20 mg/L dan 40 mg/L. dari hasil ini diperoleh kesimpulan bahwa semakin tinggi konsetrasi suatu logam maka semakin cepat organisme mengalami gangguan hingga kematian. Pernyataan ini sesuai dengan pendapat dari Rumahlatu (2012) bahwa semakin tnggi tingkat konsentrasi pada logam berat maka semakin berpengaruh pada kondisi fisik dan biologi suatu organisme.



Setelah melakukan praktikum ini maka dapat disimpulkan bahwa logam CdCl2 berpengaruh terhadap morfologi dan tingkah laku ikan Amphiprion sp. serta hasil yang diperoleh dari praktikum tersebut yaitu, pada LC50 dengan salinitas 37 didapatkan nilai konsentrasi 36 mg/L dan salinitas 17 didapatkan LC50 sebanyak 54,81 mg/L
Sebaiknya praktikum selanjutnya menggunakan alat yang akurat sehingga data yang didapat lebih baik.



Apriliani. 2015. Uji Toksisitas Akut. Scribd.
Darmono, 1995. Logam Dalam Sistem Biologi Makhluk Hidup. Penerbit UI- Press, Jakarta.
Hutabarat. 1985. Pengantar Oseanografi. Jakarta  : UI
Palar, H. 2004. Pencemaran dan toksikologi logam berat. Rineka Cipta. Jakarta.
Rumahlatu, D. 2012. Biomonitoring: Sebagai Asesmen Kualitas Perairan Akibat Logam Berat Kadmium Pada Invertebrata Perairan download.portalgaruda.org/article.php?article=115584&val=5285.(diakses pada tanggal 17 mei 2015) .
Rusdi. I, dan Karim. M.Y. 2006. Salinitas Optimum bagi Sintasan dan Pertumbuhan Crablet Kepiting Bakau (Scylla paramamosain). Jurnal Sains & Teknologi, Vol. 6 No.3: 149-157 j.
Werorilangi, S. 2015. Pengantar Praktikum Ekotoksikologi. Jurusan Ilmu Kelautan. UNHAS: Makassar




lapiran